“in the name of
love...”
Ihh....manis
banget yah kata-katanya, ampe giyung sendiri.. *terus dilepehin*
“the power of
money...”
Ini agak creepy
ya, gimana nggak, abisnya jaman sekarang UUD, Ujung-Ujungnya Duit.
Nggak ada yg
gratis di dunia ini!!!!! [Kecuali (mungkin) kentut dan (mungkin) suka sama
kamu...... :3]
No, no, ini
bukan mau komentar macem-macem, sok pinter atau sok mikir kritis. Gue mau
ngegosip!!!!!!!
............ in
the name of love ............
Beberapa hari yg
lalu, Net, siang-siang dateng sendirian ke rumah, biasanya sama suaminya. Terus
ngeluarin beer, bikin kopi, nyalain rokok, nyeret gue ke balkon.
Net: “ikut gue
ke balkon!! Sekarang!!! gue mau cerita!!! Gue stress!!!! Suami gue main gila!!!!
Lo tau kan gue abis sakit??! Sampe dirawat kemaren!”
Emang sih
seminggu yg lalu Net dirawat karena sakit radang usus, dan harusnya masih
gaboleh ngerokok, minum kopi, apalagi ngebeer....... (-_____-“) #TOWEW
Net: “waktu gue
lagi dirawat, laki gue malah pergi ke Kemang, nongkrong di.....apa ya nama
cafenya, lupa gue, malah ngebeer.”
Gue: “kok lo
bisa tau dia main gila?:
Net: “iya, pas
masih dirawat, pagi-pagi dia nelpon gue. Nyeritain....”
Gue: “........ok
lanjut........”
Net: “dia cerita
kalo malem itu dia kesepian karena gue di RS, iseng buka koran ‘n liat ada
nomor cewek panggilan, iseng dia telpon, dikira bohong, eh, nyambung. Terus
mereka janjian di cafe tadi, maksudnya laki gue, sih, buat nemenin ngebeer aja,
ngobrol2. Terus kata mas, dia sempet gak sadar gitu, sadar-sadar dia ada di
kamar, telanjang dan bonyok, kyaknya bonyok abis ditonjokin. Kalo
telanjangnya.........gue gamau mikir!”
Gue:
“................” *melohok*
Net: “terus si
lonte itu minta dibayar karena udah ngebuang waktunya. Ya mas gamau lah..
apalagi dia bonyok gitu. Eh, si lonte ngancem mau lapor polisi. ‘kalo gamau
bayar, gak usah nelpon gue, monyet kere!!’ si lonte bilang gitu ke si mas,
katanya...”
Gue: “terus
bayar gak?”
Net: “ya bayar
jadinya, mau gamau, 600 ribu. Si lonte itu yg ngambil sendiri di ATMnya mas,
mas ditahan di kamar, dijagain sama body guard-nya.”
Gue: “kenapa pas
si cewek itu ngambil ke ATM, mas nggak kabur aja? terus seudah gitu, gimana?”
Net: “ya kan
dijagain sama body guard-nya si lonte itu. Lagian kalo bisa kabur pun, katanya,
di situ emang lingkungannya. Rumah-rumah bordil gitu. Udah diambil duitnya, si
mas pulang, subuh-subuh, gabisa tidur lagi. Kan terus nelpon gue, udah gitu
berangkat kerja. Gue kesel, gue marah, gak bisa lupa! Tapi gue gak tau
harus gimana?” ........ “gak mungkin kan kalo minta cerai, lo tau kan keluarga
gimana ama gue? Lagian, walopun gue marah kayak gini, gue masih sayang sama
mas, gue gak mau kehilangan dia, gue masih sayang. Gue kudu gimana????” ..............
“gue mau nginep aja di sini!!!”
Gue: “iya, iya,
udah, lo nginep sini aja..”
Net: “gue marah,
gue kesel, gue sedih, tapi gue gabisa marah, nangis pun percuma. Gue gatau
harus apa....” *ngelamun*
Gue: “just
forgive him then, maafin dia” ............... “tidur gih sono. Lo pasti
capek............”
Sebegitu kuatkah
yg namanya cinta? Sampe lo gatau harus apa dan harus gimana.
Sehebat itukah
yg namanya cinta? Padahal lo udah disakitin, padahal lo udah eneg, tapi lo
masih sayang.
Biasanya kalo ke
orang yg masih pacaran terus disakitin, gue suka bilang “mamam tuh cinta!” bego
aja kalo udah disakitin masih bertahan sama orang yg sama.
Tapi ini Net,
udah nikah, udah terikat, udah suami-istri, nggak segampang itu memutuskan
sebuah hubungan pernikahan, nggak semudah itu bilang cerai dan atau minta
cerai.
Hey! Marriage is
not picnic.
For that kind of
case, forgiving (probably) is the best way. Otherwise, just be silent than to
be spitting shits.
------------------------------------------------------------
............ the
power of money ............
Awal kejadiannya
gatau kapan, tapi ceritanya masih hangat. Warm, fresh from the oven!
Sebenernya ini
aib, yg tadi juga aib, sih, tapi yacudalah yaaa...
Kalo tadi Net,
ini tentang Tachi gue. Iya, Tachi gue..
Heran deh,
keluarga gue yg cewek-cewek deketnya ke gue. Nggak kakak sepupu gue, adek
sepupu gue, even Tachi gue. Bilangnya sih karena gue orangnya enak diajak
ngobrol, sharing, and [or] gosipping.
So, Tachi gue
ini cerita (curhat lebih tepatnya) ke gue tentang si Onkel.
Onkel gue punya
simpenan................................ WIL; Waria, eh, Wanita Idaman
Lain..............
How could she
know? Well, this is the story........
About a year
ago, Tachi gue nemu dot bayi di mobil suaminya.
And about a
couple months after, Tachi gue nemu baju bayi.
Aaaaaaaand, Tachi
gue cerita, lebaran tahun lalu itu katanya si Onkel (katanya) [ngakunya] dinas
ke luar kota, mereka BBMan, suaminya ngebales pesan-pesan singkat itu seolah
dia emang lagi di luar kota. And then after he came home, Tachi nemu struk
belanja dari sebuah departement store yg menunjukkan lokasi departement store
itu di daerah Jakarta Selatan pada tanggal (yang seharusnya) saat itu si Onkel
(katanya) [ngakunya] di luar kota.
A week before she
told me about this (odd) (tragic) (complicated) story, waktu itu hari minggu, Tachi
ngajak si Onkel bicara di kamar, dan entah gimana cara dan ceritanya (Tachi nggak cerita bagian ini) si Onkel ngaku gitu
aja kalo, iya, dia punya WIL.............
So, gue cuma
bisa terdiam denger cerita Tachi. Gue Cuma bisa terdiam saat Tachi nangis di
depan gue.
Sumpah, gue [pasti]
bingung kalo ada orang yg nangis di depan gue, kecuali anak-anak yg nangis.
Even it’s [for
me] more complex than ceritanya Net, in case Net belom punya anak, sedangkan Tachi
dan Onkel gue ini sudah menikah belasan tahun, dan sudah punya 2 orang anak.
Kalo yg nggak tau apa-apa mah pasti melihatnya sebagai sebuah keluarga yg
harmonis.
Dan, no wonder
lah ya, kalo akhir-akhir ini ada semilir hawa dingin di rumahnya Tachi ‘n
Onkel. Perang dingin bok mereka. Lebih tepatnya sih si Onkel yg diembargo sama
Tachi.
Akhirnya gimana?
Mari kita saksikan dialog berikut ini...
Tachi: “Tachi
nggak tau harus gimana lagi ke si Onkel? Tapi Tachi cerita gini ke kamu bukan
berarti Tachi nyari backingan ya. Dan jangan juga jadi beban ke kamu. Dan
tolong kamu tetap hormati si Onkel seperti nggak tau apa-apa, pura-pura bego aja
ya...”
Gue: “iya te,
tenang aja... terus jadinya gimana dong te?”
Tachi: “Tachi
tau ini bukan kapasitas kamu. Tachi butuh pendengar aja.” ..... “sebenernya Tachi
udah eneg sama si Onkel, sama kelakuannya juga. Ini bukan yg pertama kali. Dulu
si Onkel juga pernah selingkuh, tapi Tachi pendam sendiri aja.”
Tachi: “Tachi
udah nggak ada rasa lagi sama si Onkel................. kalopun Tachi
‘ngelayanin’ si Onkel, itupun karena, yah, anggep aja kewajiban karena
statusnya masih seorang istri. Tachi gak mungkin minta cerai walaupun Tachi
bisa dan punya alasan yg mendukung. Tapi Tachi nggak mau. Tachi berat ke
anak-anak. Apalagi anak-anak masih kuliah. Nanti siapa yg bayar kuliahnya? Biaya
hidup jaman sekarang kan mahal......... Tachi nggak mau jadi single parent, Tachi
nggak mau nanggung biaya hidup yg sekarang besar banget. Tachi nggak sehebat
dan sekuat ibu kamu.....” *nangis* *lagi*
Tachi: “Tachi
ngerasa jadi wanita murahan! Tachi seolah jadi pelacur! Wanita bayaran! Tachi
gak tau harus apa, Tachi nggak punya pengalaman kerja. Tachi cuma bisa
bergantung sama si Onkel. Tachi butuh duitnya doang............!!!!!!!”
Tachi: “sekali
lagi ya, Tachi minta maaf, nggak ada maksud ngebebani kamu dengan cerita ini.
Tachi Cuma butuh pendengar................”
Then again, hari
gini semua butuh duit, ujung-ujungnya duit, mau makan pake duit, mau minum pake
duit, mau kencing aja pake duit. Nggak ada yg gratis di dunia ini.
Dan memang bukan
rahasia lagi yg berprofesi dengan menjual kemolekan tubuhnya sudah hal yg
biasa, entah dia pria atau wanita. Menjual harga dirinya demi mendapatkan
sesuap nasi dan sebongkah berlian. Bahkan ada yg rela melakukan apapun demi
uang, entah dengan cara mencuri, mengambil hak orang, dan atau mengambil hak
hidup orang lain. Semua demi menjalani kehidupan yg (memang) [kadang] menuntut
sebagian orang (pada akhirnya) bertahan hidup dengan cara itu. Bahkan ada pula yg
mendewakannya, bahkan ada yg menuhankan dan menyembahnya.
Intinya, yaitu,
bagaimana caranya kita mendapatkan duit. Istilah “time is money” (akhirnya)
memang terdengar sebagai hal lumrah dan (akhirnya) [menjadi] rasional. Urusan halal dan atau haram sudah bukan menjadi masalah lagi. Lagipula siapalah diri
kita yg berhak untuk menentukan halal haramnya sesuatu itu. Naluri kan yang
mengajarkan bertahan hidup. Entah dengan cara apapun.
Yeah, money
can’t buy our happiness. But money can borrow us happiness.
Pada akhirnya, semua
kembali ke tindakan yg [akan] (atau sudah) kita ambil, dan kepada diri kita
masing-masing jugalah bagaimana mempertanggungjawabkan dan menyikapinya.
Panjang juga
yah.. :’)
Yang panjang
memang [kadang] (dan seringnya) memuaskan..apalagi kalo udah panjang terus
GEDE............... buah pisangnya, iya, buah pisangnya.
Jo, Sinetron's-Life-Alike.