26/03/14

~in the name of Love and the power of Money~


“in the name of love...”
Ihh....manis banget yah kata-katanya, ampe giyung sendiri.. *terus dilepehin*

“the power of money...”
Ini agak creepy ya, gimana nggak, abisnya jaman sekarang UUD, Ujung-Ujungnya Duit.
Nggak ada yg gratis di dunia ini!!!!! [Kecuali (mungkin) kentut dan (mungkin) suka sama kamu...... :3]

No, no, ini bukan mau komentar macem-macem, sok pinter atau sok mikir kritis. Gue mau ngegosip!!!!!!!



............ in the name of love ............

Beberapa hari yg lalu, Net, siang-siang dateng sendirian ke rumah, biasanya sama suaminya. Terus ngeluarin beer, bikin kopi, nyalain rokok, nyeret gue ke balkon.

Net: “ikut gue ke balkon!! Sekarang!!! gue mau cerita!!! Gue stress!!!! Suami gue main gila!!!! Lo tau kan gue abis sakit??! Sampe dirawat kemaren!”

Emang sih seminggu yg lalu Net dirawat karena sakit radang usus, dan harusnya masih gaboleh ngerokok, minum kopi, apalagi ngebeer.......  (-_____-“) #TOWEW

Net: “waktu gue lagi dirawat, laki gue malah pergi ke Kemang, nongkrong di.....apa ya nama cafenya, lupa gue, malah ngebeer.”

Gue: “kok lo bisa tau dia main gila?:

Net: “iya, pas masih dirawat, pagi-pagi dia nelpon gue. Nyeritain....”

Gue: “........ok lanjut........”

Net: “dia cerita kalo malem itu dia kesepian karena gue di RS, iseng buka koran ‘n liat ada nomor cewek panggilan, iseng dia telpon, dikira bohong, eh, nyambung. Terus mereka janjian di cafe tadi, maksudnya laki gue, sih, buat nemenin ngebeer aja, ngobrol2. Terus kata mas, dia sempet gak sadar gitu, sadar-sadar dia ada di kamar, telanjang dan bonyok, kyaknya bonyok abis ditonjokin. Kalo telanjangnya.........gue gamau mikir!”

Gue: “................” *melohok*

Net: “terus si lonte itu minta dibayar karena udah ngebuang waktunya. Ya mas gamau lah.. apalagi dia bonyok gitu. Eh, si lonte ngancem mau lapor polisi. ‘kalo gamau bayar, gak usah nelpon gue, monyet kere!!’ si lonte bilang gitu ke si mas, katanya...”

Gue: “terus bayar gak?”

Net: “ya bayar jadinya, mau gamau, 600 ribu. Si lonte itu yg ngambil sendiri di ATMnya mas, mas ditahan di kamar, dijagain sama body guard-nya.”

Gue: “kenapa pas si cewek itu ngambil ke ATM, mas nggak kabur aja? terus seudah gitu, gimana?”

Net: “ya kan dijagain sama body guard-nya si lonte itu. Lagian kalo bisa kabur pun, katanya, di situ emang lingkungannya. Rumah-rumah bordil gitu. Udah diambil duitnya, si mas pulang, subuh-subuh, gabisa tidur lagi. Kan terus nelpon gue, udah gitu berangkat kerja. Gue kesel, gue marah, gak bisa lupa! Tapi gue gak tau harus gimana?” ........ “gak mungkin kan kalo minta cerai, lo tau kan keluarga gimana ama gue? Lagian, walopun gue marah kayak gini, gue masih sayang sama mas, gue gak mau kehilangan dia, gue masih sayang. Gue kudu gimana????” .............. “gue mau nginep aja di sini!!!”

Gue: “iya, iya, udah, lo nginep sini aja..”

Net: “gue marah, gue kesel, gue sedih, tapi gue gabisa marah, nangis pun percuma. Gue gatau harus apa....” *ngelamun*

Gue: “just forgive him then, maafin dia” ............... “tidur gih sono. Lo pasti capek............”



Sebegitu kuatkah yg namanya cinta? Sampe lo gatau harus apa dan harus gimana.
Sehebat itukah yg namanya cinta? Padahal lo udah disakitin, padahal lo udah eneg, tapi lo masih sayang.

Biasanya kalo ke orang yg masih pacaran terus disakitin, gue suka bilang “mamam tuh cinta!” bego aja kalo udah disakitin masih bertahan sama orang yg sama.

Tapi ini Net, udah nikah, udah terikat, udah suami-istri, nggak segampang itu memutuskan sebuah hubungan pernikahan, nggak semudah itu bilang cerai dan atau minta cerai.
Hey! Marriage is not picnic.

For that kind of case, forgiving (probably) is the best way. Otherwise, just be silent than to be spitting shits.



------------------------------------------------------------


............ the power of money ............

Awal kejadiannya gatau kapan, tapi ceritanya masih hangat. Warm, fresh from the oven!
Sebenernya ini aib, yg tadi juga aib, sih, tapi yacudalah yaaa...

Kalo tadi Net, ini tentang Tachi gue. Iya, Tachi gue..

Heran deh, keluarga gue yg cewek-cewek deketnya ke gue. Nggak kakak sepupu gue, adek sepupu gue, even Tachi gue. Bilangnya sih karena gue orangnya enak diajak ngobrol, sharing, and [or] gosipping.

So, Tachi gue ini cerita (curhat lebih tepatnya) ke gue tentang si Onkel.

Onkel gue punya simpenan................................ WIL; Waria, eh, Wanita Idaman Lain..............

How could she know? Well, this is the story........

About a year ago, Tachi gue nemu dot bayi di mobil suaminya.
And about a couple months after, Tachi gue nemu baju bayi.

Aaaaaaaand, Tachi gue cerita, lebaran tahun lalu itu katanya si Onkel (katanya) [ngakunya] dinas ke luar kota, mereka BBMan, suaminya ngebales pesan-pesan singkat itu seolah dia emang lagi di luar kota. And then after he came home, Tachi nemu struk belanja dari sebuah departement store yg menunjukkan lokasi departement store itu di daerah Jakarta Selatan pada tanggal (yang seharusnya) saat itu si Onkel (katanya) [ngakunya] di luar kota.

A week before she told me about this (odd) (tragic) (complicated) story, waktu itu hari minggu, Tachi ngajak si Onkel bicara di kamar, dan entah gimana cara dan ceritanya (Tachi  nggak cerita bagian ini) si Onkel ngaku gitu aja kalo, iya, dia punya WIL.............

So, gue cuma bisa terdiam denger cerita Tachi. Gue Cuma bisa terdiam saat Tachi nangis di depan gue.
Sumpah, gue [pasti] bingung kalo ada orang yg nangis di depan gue, kecuali anak-anak yg nangis.

Even it’s [for me] more complex than ceritanya Net, in case Net belom punya anak, sedangkan Tachi dan Onkel gue ini sudah menikah belasan tahun, dan sudah punya 2 orang anak. Kalo yg nggak tau apa-apa mah pasti melihatnya sebagai sebuah keluarga yg harmonis.

Dan, no wonder lah ya, kalo akhir-akhir ini ada semilir hawa dingin di rumahnya Tachi ‘n Onkel. Perang dingin bok mereka. Lebih tepatnya sih si Onkel yg diembargo sama Tachi.

Akhirnya gimana? Mari kita saksikan dialog berikut ini...

Tachi: “Tachi nggak tau harus gimana lagi ke si Onkel? Tapi Tachi cerita gini ke kamu bukan berarti Tachi nyari backingan ya. Dan jangan juga jadi beban ke kamu. Dan tolong kamu tetap hormati si Onkel seperti nggak tau apa-apa, pura-pura bego aja ya...”

Gue: “iya te, tenang aja... terus jadinya gimana dong te?”

Tachi: “Tachi tau ini bukan kapasitas kamu. Tachi butuh pendengar aja.” ..... “sebenernya Tachi udah eneg sama si Onkel, sama kelakuannya juga. Ini bukan yg pertama kali. Dulu si Onkel juga pernah selingkuh, tapi Tachi pendam sendiri aja.”

Tachi: “Tachi udah nggak ada rasa lagi sama si Onkel................. kalopun Tachi ‘ngelayanin’ si Onkel, itupun karena, yah, anggep aja kewajiban karena statusnya masih seorang istri. Tachi gak mungkin minta cerai walaupun Tachi bisa dan punya alasan yg mendukung. Tapi Tachi nggak mau. Tachi berat ke anak-anak. Apalagi anak-anak masih kuliah. Nanti siapa yg bayar kuliahnya? Biaya hidup jaman sekarang kan mahal......... Tachi nggak mau jadi single parent, Tachi nggak mau nanggung biaya hidup yg sekarang besar banget. Tachi nggak sehebat dan sekuat ibu kamu.....” *nangis* *lagi*

Tachi: “Tachi ngerasa jadi wanita murahan! Tachi seolah jadi pelacur! Wanita bayaran! Tachi gak tau harus apa, Tachi nggak punya pengalaman kerja. Tachi cuma bisa bergantung sama si Onkel. Tachi butuh duitnya doang............!!!!!!!”

Tachi: “sekali lagi ya, Tachi minta maaf, nggak ada maksud ngebebani kamu dengan cerita ini. Tachi Cuma butuh pendengar................”


Then again, hari gini semua butuh duit, ujung-ujungnya duit, mau makan pake duit, mau minum pake duit, mau kencing aja pake duit. Nggak ada yg gratis di dunia ini.

Dan memang bukan rahasia lagi yg berprofesi dengan menjual kemolekan tubuhnya sudah hal yg biasa, entah dia pria atau wanita. Menjual harga dirinya demi mendapatkan sesuap nasi dan sebongkah berlian. Bahkan ada yg rela melakukan apapun demi uang, entah dengan cara mencuri, mengambil hak orang, dan atau mengambil hak hidup orang lain. Semua demi menjalani kehidupan yg (memang) [kadang] menuntut sebagian orang (pada akhirnya) bertahan hidup dengan cara itu. Bahkan ada pula yg mendewakannya, bahkan ada yg menuhankan dan menyembahnya.

Intinya, yaitu, bagaimana caranya kita mendapatkan duit. Istilah “time is money” (akhirnya) memang terdengar sebagai hal lumrah dan (akhirnya) [menjadi] rasional. Urusan halal dan atau haram sudah bukan menjadi masalah lagi. Lagipula siapalah diri kita yg berhak untuk menentukan halal haramnya sesuatu itu. Naluri kan yang mengajarkan bertahan hidup. Entah dengan cara apapun.

Yeah, money can’t buy our happiness. But money can borrow us happiness.

Pada akhirnya, semua kembali ke tindakan yg [akan] (atau sudah) kita ambil, dan kepada diri kita masing-masing jugalah bagaimana mempertanggungjawabkan dan menyikapinya.



Panjang juga yah.. :’)
Yang panjang memang [kadang] (dan seringnya) memuaskan..apalagi kalo udah panjang terus GEDE............... buah pisangnya, iya, buah pisangnya.





Jo, Sinetron's-Life-Alike.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar